Update Terbaru

6/recent/ticker-posts

Pengadilan Negeri Sidoarjo Eksekusi Lahan 7.798 Meter Persegi di Jumputrejo, 38 Rumah Harus Dikosongkan



Liputan5news.com - Sidoarjo. Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo melakukan Eksekusi lahan seluas 7.798 meter persegi di Desa Jumput Rejo, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo, Rabu (19/11). 


Lahan tersebut sebelumnya dijual secara kavling oleh PT Ciptaning Puri Wardani, dan kini berdiri 38 rumah yang menjadi objek eksekusi.


Panitera Pengadilan Negeri Sidoarjo, Rudi Hartono, S.H., M.H., , menjelaskan bahwa eksekusi ini dilakukan berdasarkan amar putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. “Dalam amar putusan disebutkan tanah seluas 7.798 meter persegi harus dikosongkan oleh tergugat atau pihak yang memperoleh hak darinya.


Suasana eksekusi sempat memanas setelah pembacaan putusan di lokasi. Salah satu LSM mendatangi area eksekusi dan beradu argumen dengan aparat yang berjaga. Ketegangan muncul karena penghuni rumah merasa keberatan, sementara beberapa di antaranya mengaku tidak mengetahui status hukum lahan yang mereka tempati.


Pihak desa menegaskan bahwa penghuni bukan warga Desa Jumputrejo berdasarkan data pemerintah desa. Pernyataan ini memicu perdebatan di lokasi eksekusi karena muncul pertanyaan mengenai siapa yang memiliki legalitas tinggal di lahan tersebut.




Rudi menjelaskan bahwa pemohon sempat mengajukan permintaan khusus sebelum eksekusi dilakukan. “Pemohon memohon agar yang dikosongkan hanya barang dan penghuninya saja, sementara bangunan tidak perlu dirobohkan. Penyelesaian terhadap bangunan akan dimusyawarahkan setelah eksekusi,” terangnya.



Ia menambahkan bahwa jika tidak ada permintaan tersebut, maka eksekusi seharusnya dilakukan dengan meratakan bangunan sebagaimana tercantum dalam amar putusan. Namun, pengadilan menjalankan eksekusi sesuai permohonan dan penetapan resmi yang diterima.


Sejumlah rumah mulai dikosongkan hari ini dengan pengawalan aparat keamanan. Meski sempat memanas, situasi dapat dikendalikan setelah adanya komunikasi langsung antara petugas, penghuni, dan pihak pengadilan.


Lahan yang dieksekusi memiliki batas-batas jelas: sebelah utara dan selatan berbatasan dengan saluran air, sebelah timur tanah milik Suparlan, dan sebelah barat berbatasan dengan PT Mutiara Mansur Sejahtera.


Rudi kembali menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi ini merupakan proses hukum yang sah. “Kami bekerja berdasarkan penetapan pengadilan dan surat tugas yang diberikan. Semua prosedur telah kami jalankan,” tegasnya.


Aparat keamanan di lokasi menyatakan bahwa tindakan pengamanan diperlukan untuk menghindari situasi yang semakin memanas. Mereka mengedepankan pendekatan persuasif karena banyak penghuni merasa terkejut saat mendengar detail amar putusan.


Sejumlah warga yang menyaksikan proses eksekusi mengatakan bahwa aparat tetap menjaga suasana kondusif dan berusaha menenangkan para penghuni yang sebelumnya membeli kavling dari PT Ciptaning Puri Wardani. Banyak dari mereka mengaku tidak mengetahui persoalan hukum antara pengembang dan pemilik lahan sebenarnya.


Di akhir pernyataannya, Rudi berharap semua pihak dapat menghormati proses hukum. “Kami menjalankan amar putusan demi kepastian hukum dan hak para pihak. Setelah eksekusi ini, ruang musyawarah antara pemohon dan pemilik bangunan tetap terbuka,” pungkasnya


Sementara itu warga yang sudah menempati dan membeli lahan secara resmi mengaku menjadi pihak yang paling dirugikan.


"Kami membeli tanah dengan benar, sesuai prosedur. Kalau ada masalah antara Agus sebagai owner dan PT Ciptaning Puri Wardani sebagai developer, selesaikan di antara mereka. Jangan pembeli sah yang justru digusur. Kami korban dari persoalan yang bukan kami buat," ucapnya dengan nada geram.


Masih di tempat yang sama, Dibertius Boimau, S.H., M.H., yang lebih akrab dipanggil Bang Jhons sebagai kuasa hukum warga mengecam eksekusi yang dinilai mengabaikan posisi hukum pembeli yang beretikad baik. Dengan berpedoman pada UU No.5 tahun 1960 yaitu undang - undang tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria (UUPA) pada pasal 20 sampai pasal 27. Menurutnya bahwa warga ini rakyat kecil tidak boleh dikorbankan atas konflik yang terjadi antara pemilik lahan dan pihak pengembang..kami memohon agar Moch. Agus Alfian untuk menunjukkan sertifikat, maka warga akan membeli. 


Lanjut Bang Jhons, saya berharap agar warga jangan panik, tidak terpancing membuat pernyataan dan menyerahkan seluruh komunikasi kepada kuasa hukum. Pihaknya mengungkapkan bahwa tanah tersebut memang belum memiliki sertifikat atas nama owner ketika dikonfirmasi ke BPN, meskipun proses pengurusan pernah dilakukan pada tahun 2012.


Di lapangan sempat terjadi ketegangan antara tim eksekusi PN Sidoarjo dengan tim kuasa hukum serta warga yang bertahan. Setelah negosiasi berlangsung alot, area tersebut akhirnya dikosongkan tepat pada pukul 10.00 WIB.



Tak ketinggalan Adi Gunawan. S.H., M.H., M.Sos., selaku kuasa hukum Moch Agus Alfian menyampaikan kami sangat mengapresiasi dengan apa yang sudah dilakukan oleh Pengadilan Negeri Sidoarjo. Hari ini perjuangan yang telah dilalui sangatlah panjang untuk mencari keadilan di republik ini, hari ini telah terealisasi dengan adanya eksekusi Pengosongan.


Putusan ini mulai awal sampai inkrah peninjauan kembali (PK) pada tahun 2019, dijelaskan bahwa Agus sebagai pemilik tanah yang luasnya 7.798 meter persegi berdasarkan SK Gubernur. Bangunan ini bukan urusan pak Agus, melainkan ia penjual tanah kepada PT. Ciptaning Puri Wardani kemudian atas jual beli tersebut nihil. Artinya pembayarannya berupa cek kosong senilai 4,2 milyar dengan uang cash 50 juta yang telah dikembalikan. Atas cek kosong itu sudah dilaporkan ke Polda Jatim, sudah ada tersangkanya dan sudah diputus inkrah. Kemudian kami gugat jual beli itu, tingkat satu sampai final sudah inkrah. 


"Kalau kami melihat fakta dilapangan, penghuni ini membeli dari PT. Ciptaning Puri Wardani yang artinya kalau merasa dirugikan ya harusnya protes ke PT. Ciptaning bukan ke kita. Kita sama - sama korban. Ini negara hukum agar negara hukum ini benar - benar kita ini.   


Lanjut Adi Gunawan, dari Pak Agus kepastian hukum untuk eksekusi sudah jelas. Kalau warga menawarkan mau dibeli ya Monggo nanti kita ketemuan, kita tetap membuka ruang. Sebagai warga yang baik kita tunduk pada hukum, ya mari kita patuhi.(Yanti)