Update Terbaru

6/recent/ticker-posts

Peringati 68 Tahun Deklarasi Djuanda, Universitas Hangtuah Gelar Seminar Meneguhkan Kedaulatan Hukum Laut



Liputan5news.com - Sidoarjo. Dalam rangka mengenàng peringatan 68 Tahun Deklarasi Djuanda, Universitas Hangtuah (UHT) Surabaya menggelar seminar Nasional dengan mengambil tema, "Meneguhkan Kedaulatan Hukum Laut: Indonesia Refleksi 68 Tahun Deklarasi Juanda" yang berlangsung Kamis (11/12/2025) bertempat di Gedung Graha Samudra Ganesha 


Rektor Universitas Hangtuah (UHT) Laksda TNI (Purn) Dr. Ir. Avando Bastari, M.Phil., M.Tr.Opsla., IPM., ASEAN.Eng. dalam sambutanya menyampaikan, Peringatan 68 Tahun Deklarasi Djuanda ini bukan hanya sekadar mengenang masa lalu, tetapi juga menjadi ajakan reflektif bagi kita semua untuk menegaskan kembali jati diri Indonesia sebagai negara bahari yang berdaulat, adil, dan makmur.


"Ir. Djuanda Kartawidjaja menegaskan kepada dunia bahwa laut di antara dan di sekitar pulau-pulau Indonesia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Inilah yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda, sebuah pernyataan monumental yang mengubah cara dunia memandang Indonesia sebagai negara kepulauan," ungkapnya. 


Lanjut Rektor, Deklarasi Djuanda bukan sekadar dokumen politik, melainkan manifesto kedaulatan, pernyataan identitas, dan fondasi geopolitik Indonesia modern. Deklarasi ini mengubah pandangan dunia tentang hukum laut bahwa laut bukan lagi pemisah, melainkan penghubung antar pulau, antar budaya, dan antar kepentingan nasional.


"Butuh waktu 25 tahun bagi dunia internasional untuk mengakui kebenaran itu, hingga akhirnya pada tahun 1982, melalui United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dan konsep Negara Kepulauan (Archipelagic State) yang dicetuskan oleh Indonesia, diterima dan diakui secara universal," jelasnya. 


Lebih lanjut Rektor UHT mengatakan, setelah 68 tahun berlalu, apakah semangat Djuanda masih hidup di dada kita? Apakah kedaulatan hukum laut Indonesia masih seteguh dulu, di tengah dinamika geopolitik, konflik ZEE, dan eksploitasi sumber daya maritim oleh kekuatan global?


"Saat ini, kita hidup di era yang sangat berbeda dengan masa Djuanda. Kini, laut tidak hanya menjadi arena ekonomi dan militer, tetapi juga menjadi ruang digital dan ekologis yang kompleks. Ancaman tidak hanya datang dari kapal perang atau nelayan asing, tetapi juga dari kejahatan siber maritim, eksploitasi ilegal lintas batas, hingga kerusakan ekosistem akibat perubahan iklim global," jelasnya. 



Rektor juga menyampaikan, Indonesia saat ini menghadapi tantangan yang semakin multidimensi, diantaranya:

- Adanya pelanggaran wilayah ZEE oleh kapal asing di Natuna Utara;

- Overfishing dan pencurian kekayaan laut (baik secara illegal, unreported, and unregulated fishing);

- Tumpang tindih regulasi dan lemahnya koordinasi antar lembaga penegak hukum laut; Serta ketimpangan pemanfaatan teknologi kelautan antara pusat dan daerah.


"Oleh karena itu, meneguhkan kedaulatan hukum laut bukan lagi semata soal pertahanan dan diplomasi, tetapi juga soal tata kelola hukum yang adaptif, sinergi lintas sektor, dan transformasi digital dalam pengawasan maritim," paparnya.


Rektor menegaskan sebagai universitas yang bercirikan kelautan, Universitas Hang Tuah berkomitmen untuk terus melahirkan gagasan-gagasan, riset berbasis ilmu kelautan yang relevan dengan tantangan zaman. Universitas Hang Tuah juga memiliki tanggung jawab intelektual dan moral untuk berada di garis depan dalam membangun kesadaran hukum laut nasional.


"Melalui seminar nasional ini, Avando Bastari berharap akan lahir rekomendasi konkret dan strategis yang dapat dijadikan dasar bagi perumusan kebijakan negara di bidang kelautan dan kemaritiman diantaranya  penguatan harmonisasi hukum nasional dengan hukum laut internasional, khususnya dalam implementasi UNCLOS 1982 dan Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan," ungkapnya. 


Rektor menambahkan peningkatan kapasitas penegakan hukum laut melalui kolaborasi antar lembaga, baik sipil maupun militer; Integrasi teknologi digital dalam diplomasi dan pengawasan wilayah laut; serta Pembentukan pusat kajian kelautan dan kemaritiman di lingkungan Universitas Hang Tuah sebagai kontribusi nyata akademisi untuk bangsa.


"Kedaulatan laut bukan sekadar kedaulatan teritorial. Ia adalah simbol kehormatan dan martabat bangsa. Jika laut kita dijaga, maka eksistensi kita sebagai bangsa bahari akan tetap tegak. Namun bila laut kita diabaikan, maka hilanglah satu identitas fundamental dari jati diri Indonesia," jelasnya. 


Masih kata Rektor, sebagaimana ungkapan bijak dari pepatah Hang Tuah di masa silam:

"Takkan Melayu hilang di bumi," maka bagi kita,

"Takkan Indonesia tegak di bumi tanpa lautnya."


"Semangat inilah yang harus terus kita hidupkan bahwa laut bukan sekadar ruang ekonomi dan sumber kekayaan alam, melainkan juga ruang eksistensi dan kedaulatan bangsa," tuturnya. 


Rektor menyampaikan ajakannya, melalui refleksi 68 Tahun Deklarasi Djuanda, marilah kita jadikan momentum ini bukan hanya sebagai peringatan historis, tetapi sebagai seruan moral dan intelektual untuk memperkuat kembali visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia yang berdaulat, adil, dan berkelanjutan.


"Semoga hasil seminar ini menjadi rekomendasi bagi Pemerintah baik pusat dan daerah, selaku pengambil keputusan. Sehingga menghasilkan aturan dan kebijakan yang selaras, serasi, dan seimbang dengan kondisi masyarakat Indonesia. Serta memberikan wawasan mendalam bagi para akademisi, dalam perannya memperkuat supremasi hukum laut di Negara Kesatuan Republik Indonesia, seminar Nasional secara resmi dibuka oleh Rektor Universitas Hangtuah," pungkasnya. 


Acara seminar mengundang tiga nara sumber, Laksamana TNI Purn.Prof.dr Marsetio, Narasumber berikutnya Laksamana Muda TNI (Purn) Dr. Iwan Isnurwanto, S.H., M.A.P., M.Tr.Han., Wakil Rektor II UHT (Refleksi dari Perspektif Keamanan Laut), serta Prof. Dhiana Puspitawati, S.H., LL.M., Ph.D., Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (Refleksi dari Perspektif Pembangunan Hukum Nasional). Acara dipandu oleh moderator Laksamana Muda TNI (Purn) Dr. Agung Pramono, S.H., M.Hum., dan berlangsung dengan penuh antusias dari peserta.(Yanti)