Liputan5news.com - Sidoarjo. Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Sidoarjo menggandeng Aliansi Jurnalis Sidoarjo (AJS) untuk menggelar sosialisasi literasi digital dan upaya menangkal hoaks bagi pelajar SMKN 1 Buduran, Kamis (20/11/2025).
Wakil Kepala SMKN 1 Buduran, Anwar, menilai literasi digital menjadi kebutuhan mendesak bagi para pelajar.
“Kalau sudah pegang HP, kadang sampai maniak. Itu sebabnya harus ada pemahaman bagaimana memakai HP secara bertanggung jawab,” ujar Anwar saat membuka Kegiatan Jumpa Pers 2025 , Klik Cerdas Tanpa Bias, Kolaborasi Kominfo dan Jejaring Pers untuk Menangkal Hoaks.
Anwar menambahkan pihak SMKN 1 Buduran mengucapkan banyak terimkasih kepada Diskominfo dan AJS yang mau berbagi informasi terkait berita hoaks sebab di era digital ini tentu informasi ini sangat dibutuhkan.
Perwakilan Diskominfo Sidoarjo, Dewi Zumrotus Solehah, mengatakan pelajar perlu lebih cerdas dan bijak memilah informasi di ruang digital.
“Sekarang banyak konten AI, banyak juga hoaks. Di Instagram, TikTok, dan medsos lainnya, sering muncul informasi yang tidak jelas sumbernya. Jangan asal share. Kalau itu hoaks, dampaknya bisa merugikan banyak orang,” jelasnya.
Dewi juga menyinggung karakter generasi Z yang dinilainya unik dalam berkomunikasi. “Gen Z itu gampang sekaligus susah diajak komunikasi. Ditelpon susah, WhatsApp pun sering tidak dibalas kalau dianggap tidak penting,” tambahnya.
Ketua Aliansi Jurnalis Sidoarjo (AJS), Nur Yahya, menegaskan pentingnya kemampuan verifikasi informasi.
“Jurnalis saja wajib cek berlapis sebelum menyiarkan berita. Pelajar juga harus belajar kritis. Jangan hanya baca judul yang provokatif,” ujarnya.
Untuk itu, sambung Nur Yahya, diharapkan setiap peserta sosialisasi ini bisa mendengarkan materi dengan baik dan bertanya sebanyak mungkin bila masih ada hal-hal yang belum jelas bisa ditanyakan ke narasumber.
Sebagai pemateri, Siska Prestiwati Wibisono, menjelaskan bahwa mengenali hoaks kini menjadi keterampilan bertahan hidup di era digital. Menurutnya, hoaks tidak hanya soal informasi palsu, tetapi juga pintu masuk berbagai kejahatan digital seperti penipuan online.
“Banyak kasus penipuan online diawali dari informasi palsu atau akun yang tampak meyakinkan. Misalnya, modus phishing yang mengirim pesan seolah dari bank atau kurir. Korban diminta klik tautan, lalu data rekeningnya dibobol,” jelas Sekretaris AJS.
Siska menjelaskan salah satu bentuk hoaks yang paling banyak beredar adalah penipuan online, mulai dari modus hadiah palsu, investasi bodong, hingga penyamaran akun resmi. Pelaku biasanya memanfaatkan kelengahan masyarakat yang kurang teliti memeriksa kebenaran informasi. Akibatnya, banyak korban mengalami kerugian mulai dari jutaan hingga ratusan juta rupiah.
"Banyak sekali yang menjadi korban dengan nilai kerugian mencapai miliaran rupiah, " ujarnya.
Selain itu, hoaks juga sering dimanfaatkan untuk menyebarkan provokasi, mengadu domba kelompok masyarakat, bahkan memicu kepanikan publik. Contohnya, berita palsu tentang bencana, isu politik menjelang pemilu, hingga informasi kesehatan yang tidak sesuai fakta. Jika tidak ditangani, hoaks dapat menciptakan keresahan luas dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah maupun media arus utama.(Yanti)

