Update Terbaru

6/recent/ticker-posts

Bekas Tambang di Patalan dan Boto Terlihat Ironis, Diduga Rusak Lingkungan




Probolinggo — Liputan5News.com
Aktivitas pertambangan di Desa Patalan, Kecamatan Wonomerto, dan Desa Boto, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo, terus menuai sorotan publik. Berdasarkan hasil pantauan di lokasi menggunakan drone, kondisi bekas tambang di wilayah tersebut tampak memprihatinkan. Area tambang batuan tras itu dinilai telah merusak ekosistem sekitar dan meninggalkan kerusakan lingkungan yang cukup parah.

Selain dampak lingkungan, aktivitas lalu lintas kendaraan bertonase besar milik perusahaan tambang juga dikeluhkan warga. Pasalnya, jalur tersebut merupakan akses utama menuju destinasi wisata Gunung Bromo.



> “Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum harus segera bergerak. Jangan biarkan permasalahan serius seperti ini berlarut-larut,” tegas Sholehudin, Ketua Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Probolinggo Raya, Selasa (14/10/2025).



Menurut Sholeh, aktivitas eksploitasi besar-besaran di sekitar Desa Patalan dan Boto telah berlangsung sejak tahun 2014, terutama saat proyek pembangunan Tol Paspro dikerjakan.

> “Kami mensinyalir ada keterlibatan kolega dari dinasti Hasan–Tantri dalam aktivitas tambang tersebut. Bahkan sejumlah sumber menyebutkan, salah satu putra Hasan Aminuddin turut berperan dalam kerusakan lingkungan yang terjadi,” ungkapnya.



Lebih jauh, Sholeh juga menduga adanya keterlibatan salah seorang figur kuat yang dekat dengan penguasa saat itu, dan kini menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Probolinggo.

> “Sosok inilah yang berperan mengatur berbagai hal terkait proyek Tol Paspro di wilayah Kabupaten Probolinggo,” ujarnya.



Masih menurut Sholeh, saat ini terdapat tiga perusahaan yang beroperasi di kawasan tersebut. Dua di antaranya diketahui telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi, sedangkan satu lainnya diduga beroperasi tanpa izin resmi.

> “Ironisnya, selain diduga tidak memiliki izin, aktivitas tambang itu juga dilakukan di kawasan hutan,” tambahnya.



Ia menegaskan, meskipun dua perusahaan telah mengantongi izin resmi, bukan berarti mereka dapat beroperasi tanpa batas. Seluruh kegiatan pertambangan harus mengacu pada aturan yang berlaku serta disesuaikan dengan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang disusun setiap tahun.

> “Semuanya harus dijalankan sesuai koridor hukum yang telah ditetapkan,” tegas Sholeh.



GMPK pun mendesak pemerintah daerah dan pihak berwenang untuk segera melakukan pengawasan dan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh aktivitas pertambangan di wilayah tersebut.

> “Jangan dibiarkan seperti sekarang ini. Kondisi tersebut bisa memunculkan asumsi liar di lapangan. Pemkab harus segera menghentikan seluruh aktivitas tambang untuk dilakukan evaluasi menyeluruh,” pungkasnya.



Sementara itu, M, salah satu politisi partai besar di Kabupaten Probolinggo, tidak menampik pernah terlibat dalam kegiatan pertambangan pada tahun 2016 silam. Namun, ia mengklaim hanya bekerja sebagai pengurus biasa.

> “Betul, tahun 2016 saya memang ikut bekerja di salah satu tambang, pada saat awal proyek Tol Paspro. Tapi saya hanya pekerja biasa,” jelas M saat dikonfirmasi wartawan melalui pesan WhatsApp.



Ia menegaskan bahwa tambang tempatnya bekerja kala itu merupakan tambang legal. Namun, M enggan menyebut nama perusahaan tempatnya bekerja.

> “Tidak ada kaitannya dengan tambang ilegal yang ramai diberitakan sekarang,” tegasnya.



Hingga berita ini diterbitkan, upaya konfirmasi ke sejumlah pihak terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo masih belum membuahkan hasil.

(Tim Liputan5News.com)