Surabaya, Liputan5news.com; Gubernur Jawa Timur bersama Kapolda Jatim dan Pangdam V/Brawijaya mengeluarkan Surat Edaran Bersama tentang pembatasan penggunaan sound system atau pengeras suara di wilayah Jawa Timur. Edaran yang ditandatangani pada 6 Agustus 2025 ini ditujukan kepada bupati/wali kota, kapolres/kapolresta, dandim, serta pimpinan lembaga/instansi/BUMN/BUMD di seluruh Jawa Timur.
Surat edaran tersebut diterbitkan sebagai pedoman batasan penggunaan sound system agar sesuai norma agama, kesusilaan, dan hukum, serta mencegah gangguan ketertiban umum, dampak sosial, hingga risiko kesehatan masyarakat.
Emil Elestianto Dardak, Wakil Gubernur Jawa Timur memastikan polemik sound horeg ini menjadi atensi Pemprov Jatim.
“Kami melihat yang paling berkompeten (menangani polemik sound horeg) adalah Polda, tetapi kami enggak diam saja, kami punya Satpol PP yang ikut membantu rekan-rekan kepolisian menjaga kondusivitas,” ungkapnya, Jumat (08/08/2025).
Di kesempatan lain, Sekretaris MUI Jatim, Dr. M. Hasan Ubaidillah, menyampaikan bahwa keputusan ini diambil melalui kajian mendalam dari aspek syariah maupun sosial.
“Dampak sosial yang ditimbulkan tidak bisa diabaikan. Gangguan ketertiban dan kesehatan masyarakat menjadi indikator kuat. Terlebih dalam praktiknya, pertunjukan sound horeg sering kali disertai kemaksiatan seperti joget campur laki-laki dan perempuan, pakaian terbuka, hingga konsumsi minuman keras,” tegasnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur,Khofifah Indar Parawansa membentuk tim khusus untuk menyusun regulasi kegiatan sound horeg di Jawa Timur. Penyiapan tim dan regulasi ini merupakan hasil dari rapat koordinasi yang digelar Khofifah dan Emil Elestianto Dardak Wagub Jatim bersama Kombes Pol Jimmy Agustinus Anes Karo Ops Polda Jatim dan jajarannya, M. Hasan Ubaidillah Sekretaris MUI Jatim, serta sejumlah Kepala OPD Jatim di Gedung Negara Grahadi.
Salahsatu isi SE bersama ini mengatur batas tingkat kebisingan pengeras suara. Terdapat perbedaan tingkat kebisingan antara pengeras suara statis dan yang bergerak.
"Untuk yang statis, misalnya pada kegiatan kenegaraan, pertunjukan musik, seni budaya pada ruang terbuka dan tertutup, dibatasi maksimal intensitas suara yang dihasilkan adalah 120 dBA," tegas Khofifah.
Sedangkan untuk penggunaan sound system dalam karnaval, unjuk rasa, penyampaian pendapat di muka umum secara nonstatis atau berpindah tempat, maka dibatasi maksimal 85 dBA.(Ze*)