Pasuruan, Liputan5news.com:Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada Bayu Putra Subandi (BPS), Kepala PKBM Salafiyah Kejayan, dalam perkara korupsi dana hibah pendidikan senilai hampir Rp 2 miliar.
Putusan dibacakan pada sidang yang digelar Senin (28/7). Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan Bayu terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 Undang-Undang Tipikor karena memperkaya diri sendiri secara melawan hukum hingga merugikan keuangan negara.
Selain pidana pokok, Bayu juga dijatuhi denda Rp 200 juta, subsidair 3 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp1.955.948.260, dikurangi Rp191.690.000 yang telah ia titipkan ke kejaksaan.
Apabila uang pengganti itu tidak dibayar dalam waktu yang ditentukan, maka akan diganti dengan pidana 3 bulan penjara tambahan.
“Seluruh barang bukti, termasuk uang tunai Rp191.690.000, dirampas untuk negara sebagai bagian dari pengembalian kerugian negara,” bunyi putusan yang dibacakan hakim ketua.
Vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya meminta majelis hakim menghukum terdakwa dengan pidana 7 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp300 juta dan uang pengganti yang sama nilainya.
JPU maupun pihak terdakwa menyatakan masih pikir-pikir atas putusan ini.
“Yang jelas kami puas dengan putusan majelis hakim yang tidak jauh dari tuntutan JPU sebelumnya. Untuk langkah selanjutnya, akan kami sampaikan ke pimpinan,” kata Kasi Intel Kejari Kabupaten Pasuruan Ferry.
Dalam persidangan sebelumnya, Bayu mengaku membuat laporan pertanggungjawaban (SPJ) fiktif sejak tahun 2021 hingga 2023.
Dana hibah yang sejatinya diperuntukkan bagi operasional pendidikan dan pemberdayaan warga belajar PKBM, diselewengkan untuk kepentingan pribadi.
Terpidana menggunakan dana tersebut untuk membeli tanah dan membangun ruang kelas bertingkat tanpa melalui mekanisme pengadaan yang sah.
Bahkan, ia mengakui membagikan sebagian dana kepada sejumlah oknum di Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan, meski tidak menyebutkan secara detail identitasnya.
“Semua saya lakukan atas inisiatif sendiri, tidak ada yang menyuruh,” kata Bayu dalam persidangan.
Jaksa menilai, perbuatan Bayu tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mencoreng dunia pendidikan dan profesi guru. Ia dianggap tidak memberi teladan dan tidak mendukung program pemberantasan korupsi.
Audit Inspektorat menemukan bahwa kerugian negara akibat tindakan Bayu mencapai Rp 1,95 miliar, yang meliputi SPJ fiktif, kelebihan bayar, dan belanja tak dapat dipertanggungjawabkan.(Ze*)